Greenback Loyo Merespons Data Pertumbuhan dan Inflasi Amerika, Kecuali Versus Yen
Friday, April 26, 2024       05:07 WIB

Ipotnews - Dolar AS melemah kecuali versus yen, Kamis, terombang-ambing setelah data menunjukkan perlambatan tak terduga dalam pertumbuhan ekonomi dan akselerasi inflasi yang tidak diharapkan, berpotensi mengikat Federal Reserve untuk beralih ke kebijakan suku bunga yang lebih longgar.
Meski dolar hampir tidak terguncang terhadap yen yang tertekan, dolar hanya menguat sebentar setelah Departemen Perdagangan melaporkan produk domestik bruto Amerika Serikat tumbuh pada tingkat tahunan 1,6% sepanjang periode Januari-Maret, lebih lambat dari tingkat pertumbuhan 2,4% yang diperkirakan sejumlah ekonom yang disurvei  Reuters. 
Data tersebut juga menunjukkan inflasi yang diukur dengan indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti meningkat 3,7% pada kuartal pertama, melampaui ekspektasi kenaikan 3,4%, demikian laporan  Reuters,  di New York, Kamis (25/4) atau Jumat (26/4) pagi WIB.
Kejutan inflasi itu menempatkan fokus yang lebih besar dari biasanya pada rilis data indeks harga PCE untuk periode Maret, yang akan dirilis Jumat. Indeks PCE merupakan salah satu alat ukur paling penting bagi the Fed untuk mengukur perilaku harga. Inflasi masih berada di atas target the Fed sebesar 2%.
"Reaksi pasar terhadap data (PDB) memberi tahu semua yang perlu kita ketahui tentang apa yang menjadi fokus investor dan sebagian besar adalah inflasi dan bukan pertumbuhan," kata Boris Kovacevic, analis Convera di Wina, Austria.
"Angka PCE 3,7% menunjukkan bahwa angka PCE besok (Jumat waktu setempat) akan lebih tinggi."
Yen, sementara itu, mencapai level terendah dalam 34 tahun terhadap dolar, dan tingkat terendah dalam 16 tahun terhadap euro, Kamis, karena investor memperkirakan pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) yang berakhir hari ini tidak akan cukup hawkish untuk mendukung mata uang tersebut Jepang tersebut.
Indeks Dolar (Indeks DXY), yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang rivalnya, membalikkan kerugian setelah data tersebut menyebabkan imbal hasil US Treasury naik, mencapai level 106,00. Terakhir, indeks tersebut berada di posisi 105,60, turun 0,21%.
Sebaliknya, greenback jatuh serendahnya ke 155,31 yen setelah data PDB dirilis, namun dengan cepat berbalik menjadi 0,19% lebih tinggi jadi 155,63 yen.
Dolar mencapai titik tertinggi dalam 34 tahun di 155,75 yen, sementara pasangan euro/yen melonjak ke 167,025, puncak dalam 16 tahun.
Investor memperkirakan level 155 akan menjadi batasan bagi otoritas Jepang, di mana BOJ dapat melakukan intervensi untuk menopang mata uang tersebut. Namun target ini masih bergerak dan pasar sangat waspada terhadap tindakan bank sentral sejak yen jatuh di bawah 152 per dolar sekitar dua minggu lalu.
"Saya pikir para pejabat Jepang sudah sangat jelas bahwa mereka tidak benar-benar melihat pada level tertentu," kata Marc Chandler, Chief Market Strategist Bannockburn Global Forex di New York.
"Kita seharusnya memperkirakan sikap hawkish dari BOJ di mana mereka memegang kebijakan dan mereka berbicara tentang bagaimana pelemahan yen dapat berkontribusi terhadap inflasi dan apa yang akan mereka tanggapi."
Euro naik 0,26% menjadi USD1,0725. Poundsterling menguat 0,35% menjadi USD1,2504.
Menyusul data PDB tersebut, pasar suku bunga berjangka AS memperkirakan peluang penurunan suku bunga the Fed sebesar 58% pada September, menyusut dari 70%, Rabu, menurut FedWatch Tool CME Group.
Trader suku bunga berjangka, Kamis, memperhitungkan kemungkinan 68% bahwa penurunan suku bunga pertama the Fed sejak 2020 dapat terjadi pada pertemuan November. (ef)

Sumber : Admin

powered by: IPOTNEWS.COM